MAKASSAR - Pemerintah Kota Makassar terus memperkuat langkah menuju kota pangan mandiri dengan mengembangkan kawasan Urban Farming terpadu.
Program ini menjadi bagian dari strategi besar Pemkot untuk membangun kemandirian pangan, memperkuat ekonomi kerakyatan, sekaligus menghadirkan ruang edukasi lingkungan di tengah kota.
Komitmen tersebut ditegaskan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, saat memimpin Rapat Koordinasi Urban Farming di Balai Kota, pada Rabu (22/10/2025).
Ia menekankan bahwa konsep urban farming bukan sekadar aktivitas bercocok tanam, tetapi gerakan strategis untuk menciptakan ekosistem pangan modern yang berkelanjutan.
“Urban farming bukan hanya soal pertanian di perkotaan, tapi gerakan membangun kemandirian pangan modern. Ini harus memberi manfaat ekonomi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat,” ujar Munafri.
Program ini diinisiasi oleh Dinas Perikanan dan Pertanian (DP2) Makassar, dengan pembangunan dua kawasan percontohan Green House Urban Farming di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, dan Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya.
Keduanya dirancang sebagai pusat produksi, riset, dan edukasi pertanian modern berbasis teknologi.
Kepala DP2 Makassar, Aulia Arsyad, menyebut proyek ini melibatkan sedikitnya lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Perhubungan.
“Lokasi di Sudiang dan Barombong akan terintegrasi seluruh sektor, mulai dari pertanian, peternakan, perikanan, hingga pengelolaan sampah,” jelasnya.
Pembangunan kawasan tersebut akan dimulai tahun 2026, dengan estimasi biaya sekitar Rp4 miliar per lokasi. Anggaran itu mencakup fasilitas penelitian, green house, rumah jamur, kolam bioflok, kandang ternak, hingga cold storage.
Kawasan Urban Farming dirancang tak sekadar sebagai lahan produksi, tetapi juga pusat edukasi dan wisata pertanian kota. Pengunjung nantinya bisa belajar berbagai teknik budidaya modern, seperti hidroponik, aquaponik, dan maggot farming.
Wali Kota Munafri dilansir dari laman Pemkot Makassar meminta agar konsep desain kawasan memadukan unsur teknologi dan keindahan tata ruang. Ia menekankan pentingnya penggunaan material ramah lingkungan dan sistem energi terbarukan.
“Saya minta listriknya pakai solar panel. Semua fasilitas di kawasan ini harus menggunakan energi terbarukan, supaya menjadi contoh pusat edukasi berkelanjutan,” tegasnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya area hijau produktif yang tetap menghadirkan nuansa alami dan dekat dengan kehidupan masyarakat.
“Saya ingin ada pohon-pohon seperti pisang di sekitar area. Jadi pengunjung merasa suasananya hidup, bahkan bisa ada penjual pisang goreng di situ,” tambahnya dengan nada ringan.
Konsep inklusivitas juga menjadi perhatian utama. Wali Kota menegaskan agar kawasan Urban Farming ramah bagi penyandang disabilitas dan terbuka untuk semua lapisan masyarakat.
“Akses untuk difabel harus tersedia. Ini kawasan edukatif yang harus bisa dikunjungi siapa saja,” ujarnya.
Munafri berharap, keberadaan Green House Urban Farming ini tidak hanya menghasilkan produk pangan, tetapi juga melahirkan ide-ide baru untuk kemandirian masyarakat.
“Saya ingin orang yang datang ke sini pulang dengan inspirasi. Mereka melihat, belajar, lalu mempraktikkan di rumah atau wilayahnya masing-masing. Itu tujuan utama program ini,” pungkasnya.
Dengan visi yang terarah dan dukungan lintas sektor, kawasan Urban Farming ini diharapkan menjadi ikon edukasi pertanian modern di Sulawesi Selatan, sekaligus simbol perubahan paradigma pembangunan kota yang lebih hijau, mandiri, dan berkelanjutan.