Cari

Webinar OKE KI Kemenkum: Dukungan Konkret Bagi Pengembangan Produk Unggulan Daerah

Kementerian Hukum (Kemenkum) menegaskan bahwa pemanfaatan merek kolektif dapat memperkuat produk unggulan daerah agar memiliki daya saing tinggi, baik di pasar nasional maupun internasional.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (KI) Kemenkum Razilu menyampaikan bahwa keberadaan berbagai produk daerah memerlukan lebih dari sekadar inovasi dan kualitas produksi, sehingga turut membutuhkan pelindungan hukum serta strategi pengembangan yang kokoh, andal, dan terarah melalui fasilitasi serta penguatan pendaftaran merek kolektif.

"DJKI Kemenkum terus berkomitmen dalam memberikan dukungan konkret bagi pengembangan produk unggulan daerah," ujar Razilu dalam Webinar OKE KI secara daring di Jakarta, yang dilansir dari antaranews.com.

Oleh karena itu, kata dia, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) akan hadir, mendampingi, dan berinovasi bersama komunitas, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa produk unggulan daerah Indonesia tidak hanya dikenal, tetapi juga dihargai dan dilindungi di seluruh dunia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Merek dan Indikasi Geografis DJKI Kemenkum Hermansyah Siregar menjelaskan bahwa merek kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang atau jasa yang memiliki karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutunya.

Selain itu, ia menuturkan, barang atau jasa tersebut akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

“Pendaftaran merek kolektif memiliki keuntungan, yakni anggotanya dapat menikmati reputasi daerah atau produk yang telah dibangun, melakukan penguatan kualitas yang berstandar, dan membuka peluang kerja sama antarsesama anggota serta menjadi alat pembangunan daerah bahkan nasional,” tutur Hermansyah.

Contoh nyata keberhasilan penerapan merek kolektif di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disampaikan oleh Kepala Balai Pengelolaan Kekayaan Intelektual (BPKI) Dinas Pariwisata DIY Fitri Diah Wahyuni.

Dia mengungkapkan bahwa Pemerintah DIY telah mengembangkan merek kolektif seperti Jogja Mark, 100% Jogja, dan Jogja Tradition. Merek tersebut dimanfaatkan dalam program co-branding yang memperkuat identitas produk khas Yogyakarta.

“Hingga saat ini, telah tercatat sebanyak 1.346 pelaku usaha di DIY yang aktif menggunakan logo Jogja Mark dan telah melakukan co-branding secara resmi melalui Dinas Pariwisata DIY,” ungkap Fitri.

Mengacu pada Pasal 1 ayat (1) Peraturan Gubernur DIY Nomor 72 Tahun 2024, co-brandingadalah merek yang ditampilkan berdampingan dengan merek lain suatu produk atau jasa yang merupakan khas daerah dan/atau terkait dengan pengetahuan tradisional dan/atau ekspresi budaya tradisional di daerah.

Senada dengan Fitri, inisiator merek kolektif, Dewi Tenty Septi Artiany memaparkan pengalaman Lupba One Brand sebagai merek kolektif yang didirikan sebagai wujud komitmen dan keterlibatan alumni Universitas Padjajaran (Unpad) untuk pengembangan dan pembinaan ekonomi kerakyatan berbasis komunitas.

Dalam rentang waktu dua tahun telah bergabung lebih dari 800 pelaku UMKM berbasis alumni Unpad dan alumni umum, yang tersebar dalam 16 provinsi dan sudah memiliki merek kolektif sebanyak 87 merek kolektif per Desember 2022. Meskipun demikian, Dewi menyebut bahwa tantangan edukasi masih menjadi kendala utama.

“Banyak pelaku UMKM masih menganggap merek kolektif seperti SIM kolektif, padahal konsepnya sangat berbeda. Kami terus berupaya mengubah pola pikir ini agar mereka mampu bekerja sama, bukan sekadar bekerja sama-sama,” ungkap Dewi.

Ia juga berharap di masa mendatang ada dukungan dari pemerintah agar gerakan merek kolektif dapat berkembang dan berjalan dengan optimal.

Terkait: