Makassar, 22 Maret 2025 — Pemerintah Kota Makassar bersama pemangku kepentingan kembali menggelar sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen. Kegiatan yang digelar di Sarison Hotel & Convention ini menjadi momentum penting dalam upaya membangun pemahaman publik terhadap regulasi yang mengedepankan perlindungan sosial sekaligus menjaga ketertiban di ruang publik.
Anggota DPRD Kota Makassar, Zulhajar, S.IP, M.A, menekankan bahwa perda ini merupakan bentuk nyata komitmen pemerintah daerah dalam melindungi hak anak dan kelompok rentan. “Kita ingin membangun kota yang tertib tanpa mengorbankan kemanusiaan. Perda ini menjamin bahwa anak-anak jalanan mendapat pembinaan, bukan sekadar penertiban,” ujar Zulhajar.
Ia menyebut bahwa substansi perda tidak hanya mengatur soal penindakan, tetapi juga skema pembinaan secara menyeluruh, termasuk rehabilitasi sosial, pelatihan keterampilan, bantuan permodalan usaha, hingga penempatan kerja. Menurutnya, regulasi ini juga menyasar pelaku eksploitasi anak dan menekankan pentingnya mengubah kebiasaan memberi uang secara langsung di jalanan. “Pemberian langsung di jalan hanya memperpanjang siklus ketergantungan dan rentan disalahgunakan. Kita butuh pendekatan yang lebih solutif dan manusiawi,” tegasnya.
Arief Wicaksono, S.IP, M.A, akademisi dari salah satu perguruan tinggi di Makassar, menyoroti pentingnya keterlibatan publik dalam menyukseskan perda. Beliau juga menyoroti pentingnya membangun kesadaran kolektif dalam penanganan masalah sosial ini. Menurutnya, perda tidak akan efektif jika hanya dilihat sebagai tanggung jawab pemerintah semata. “Perda tidak akan efektif jika hanya menjadi domain pemerintah. Masyarakat perlu didorong untuk menyalurkan bantuan melalui jalur yang tepat,” jelas Arief. Ia menambahkan bahwa budaya memberi langsung di jalanan justru memperpanjang siklus ketergantungan dan membuka celah eksploitasi, terutama terhadap anak-anak.
Sejalan dengan hal tersebut, Masri, S.Sos, M.Si perwakilan dari unsur pemerintah, menekankan bahwa pendekatan terhadap masalah anak jalanan harus berpijak pada prinsip keadilan sosial dan pembangunan manusia. Masalah anak jalanan dan pengemis bukan semata urusan ketertiban, tetapi juga persoalan hak asasi dan pembangunan manusia. “Kita berbicara soal hak asasi. Mereka yang terpinggirkan harus diberi ruang untuk tumbuh dan mandiri, bukan dijauhkan dari kota,” ujar Masri. Masri juga mengingatkan bahwa kelompok rentan tidak boleh terus-menerus distigmatisasi sebagai beban kota, melainkan harus diberi akses terhadap layanan pendidikan, kesehatan, dan keterampilan.
Sementara itu, dari perspektif pemberdayaan, Mattewakkan, S.IP, M.A menegaskan bahwa solusi jangka panjang sangat bergantung pada keberhasilan program rehabilitasi ekonomi. Menurutnya, pelatihan dan akses usaha adalah langkah konkret untuk memutus rantai kemiskinan. “Pelatihan dan bantuan usaha adalah investasi sosial. Ini cara kita menyelesaikan masalah dari akarnya,” ucap Mattewakkan. Ia menilai bahwa penguatan ekonomi pasca-rehabilitasi adalah faktor krusial untuk memastikan mantan anak jalanan dan pengemis tidak kembali ke jalan. Karena itu, ia mendorong agar kebijakan ini tidak berhenti pada pendataan dan pembinaan awal saja, tetapi juga sampai pada pemberdayaan berkelanjutan.

Sosialisasi ini menjadi momentum penting untuk mendorong masyarakat memahami peran mereka dalam menciptakan Kota Makassar yang lebih inklusif dan berdaya. DPRD menegaskan komitmennya untuk mengawal implementasi perda secara tegas, adil, dan berpihak pada kesejahteraan seluruh warga.