Cari

Rapat Menteri Bahas Kekerasan Perempuan-Anak di Sekolah dan Tempat Kerja

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menekankan pentingnya membangun ekosistem pencegahan, penanganan, hingga rehabilitasi korban kekerasan yang melibatkan seluruh elemen pemerintah dan masyarakat.

Hal ini disampaikan Pratikno usai Rapat Tingkat Menteri (RTM) yang digelar di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), pada Kamis (10/7/2025).

“Ekosistem antikekerasan ini perlu dibangun di berbagai ruang, mulai dari sekolah, desa, kota, hingga lingkungan kerja. Kita juga mendorong masyarakat untuk terlibat aktif,” ujar Pratikno.

Menurutnya, penanganan kekerasan membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah serta dukungan dari komunitas, keluarga, organisasi sosial, dan keagamaan.

Fokus penanganan mencakup akses keadilan hingga layanan rehabilitasi bagi korban.

“Penanganan kekerasan, akses keadilan, dan juga rehabilitasi terhadap korban, membutuhkan kerja sinergis di antara lembaga pemerintahan di pusat dan daerah,” tegasnya.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi mengungkapkan bahwa terjadi lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam beberapa waktu terakhir.

Data Kementerian PPPA menunjukkan, sejak Januari hingga 14 Juni 2025, tercatat lebih dari 11.800 laporan kekerasan, dan meningkat menjadi 13.000 laporan per 7 Juli. “Dalam dua minggu lebih, laporan bertambah lebih dari 2.000 kasus. Kasus terbanyak adalah kekerasan seksual, dengan korban didominasi perempuan, dan lokasi terbanyak terjadi di rumah tangga,” jelas Arifah.

Salah satu upaya yang kini dilakukan adalah peluncuran inisiatif Ruang Bersama Indonesia, sebagai pengembangan dari konsep desa dan kelurahan ramah perempuan dan anak.

Program ini melibatkan berbagai kementerian dan lembaga dalam satu sinergi aksi. Arifah menambahkan, tiga penyebab utama kekerasan yang teridentifikasi adalah pola asuh dalam keluarga, penggunaan gawai tanpa pendampingan, serta kondisi keluarga yang tidak mendukung tumbuh kembang anak secara sehat. “Kami merasa tidak bisa berjalan sendiri. Tangan kami tidak cukup kuat untuk merangkul semua perempuan dan anak di Indonesia. Kolaborasi menjadi kunci,” lanjut dia.

Sebagai tindak lanjut, pemerintah akan menyusun Instruksi Presiden (Inpres) tentang Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Dia mengatakan, mendekati Hari Anak Nasional pada 23 Juli 2025, pihaknya akan menggelar permainan tradisional saat Car Free Day pada 20 Juli 2025 di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. “Kami ingin mengurangi waktu anak-anak bermain gadget, menggantinya dengan permainan tradisional dan mengenalkan kembali budaya, lagu daerah, serta para pahlawan nasional.” Tegas Arifah.

Terkait: